Total Tayangan Halaman

Rabu, 20 April 2011

Etika Berbicara di Depan Publik

Kegiatan berbicara dapat dilakukan dengan beragam tujuan. Jika memperhatikan tujuan, tentu pembicara akan menempatkan dirinya sebagai penyampai informasi, menghibur, atau memotivasi. Kegiatan itu akan berpengaruh terhadap gaya dan teknik penyampaiannya. Jika bertujuan untuk menyampaikan informasi, pembicara dapat bersuara datar dan tidak terlalu sering melakukan gerakan kinestetik lainnya. Jika bertujuan untuk menghibur, pembicara diwajibkan untuk dapat menampilkan sikap empati dan simpati melalui raut muka dan gerakan anggota tubuh. Jika bertujuan untuk memotivasi, pembicara harus bersuara lantang, jelas, dan sarat makna. Dan itu memerlukan kemahiran tersendiri.

Karena kegiatan itu dilaksanakan di depan public atau banyak orang, pembicara perlu mengetahui etika sebagai pembicara. Etika adalah kesantunan atau batasan norma untuk menghormati lawan tutur atau lawan bicara. Menurutku, ada tiga etika yang perlu diketahui dan dipahami oleh pembicara. Ketiga etika itu adalah menjaga konsistensi materi, bersikap jujur, dan menjaga kesantunan.

Etika 1: Menjaga Konsistensi Materi

Banyak pembicara gagal menyampaikan materi kepada pendengar karena ketidakkonsistenannya. Maksudnya, pembicara suka berbicara secara serampangan atau tidak terpola. Jadi, pembicara sekadar berbicara. Maka, keasyikan berbicara itu berakibat kepada terjadinya penyimpangan materi. Etika ini terlalu sering terjadi. Dari mana kita mengetahuinya? Cukup dari reaksi peserta atau pendengar.
Jika para pendengar itu kurang bergairah mengikuti pembicaraannya, pembicara harus cepat bersikap. Pembicara harus berintrospeksi secara spontan: mengapa pendengar mengantuk dan tidak memperhatikanku? Jika pembicara tidak menanggapi kondisi ini, pendengar pun akan mengasyikkan diri seraya melakukan aktivitas menyimpang dari materi.

Etika 2: Bersikap Jujur
Dalam sebuah kegiatan seminar atau diskusi, tentu akan diadakan forum atau session tanya jawab. Pada kesempatan seperti ini, pembicara sering gagap atau kurang siap menerima pertanyaan dari peserta. Bagaimana kita mengetahui bahwa pembicara bersikap demikian? Tentu dari cara menjawab pertanyaan yang sering mbulet atau berbelit-belit. Ini adalah sikap yang tidak baik. Pembicara harus bersikap jujur.

Jika memang pertanyaan itu dirasa berat dan mungkin kurang pas, pembicara sebaiknya menyiasatinya dengan menunda jawaban. Pembicara dapat meminta nomor HP atau email penanya. Itu tentu lebih diapresiasi atau dihargai pendengar daripada jawaban yang berbelit-belit tadi. Pendengar itu berasal dari tataran setting yang berbeda-beda: akademisi, pengusaha, atau mungkin masyarakat awam. Jadi, pembicara tidak boleh menyamaratakan kondisi jika peserta memang bertanya.

Etika 3: Menjaga Kesantunan
Pembicara itu dapat diibaratkan sebagai penjual suara. Kalau suaranya berkualitas, tentu pendengar pun akan membelinya. Pengertian kualitas tentu berdasarkan isi, teknik, dan kesan pendengar. Namun, kesan pendengar harus mendapat prioritas pembicara. Mengapa? Karena pendengar memperhatikan semua tingkah dan sikap serta kesantunan pembicara tersebut.

Agar dapat meninggalkan kesan positif dan mendalam, sebaiknya pembicara bersikap santun. Kesantunan dapat dimulai dari sikap ramah ketika berbicara. Dapat pula dilakukan ketika berpakaian. Dan dapat pula dilakukan ketika menjawab pertanyaan. Banyak pembicara kurang memperhatikan etika. Maka, wajar-wajar saja pendengar bersikap acuh dan tidak memperhatikannya.

Ketika mengawali pembicaraan, sebaiknya pembicara menyapa dengan salam, memperkenalkan diri, dan hantarkan isi secara sistematis. Ketika berpakaian, hendaknya pembicara mengenakan baju yang pantas dan santun. Ketika menjawab pertanyaan, pembicara perlu menyampaikan ucapan terima kasih. Setelah itu, pembicara menjawab pertanyaan itu secara logis dan proporsional.

Jika pembicara sudah mampu menjaga ketiga etika di atas, tunggulah keajaibannya. Pendengar akan memberikan beragam reaksi apresiasi: tepuk tangan, tertawa ramah, dan bertukar alamat. Ini adalah awal dari terbukanya pintu rezeki lainnya. Jadi, pembicara perlu memperhatikan ketiga di atas jika memang berkeinginan agar rezeki terus mengalir kepada dirinya.

Sumber :http://humassdm.blogspot.com/2011/03/etika-berbicara-di-depan-publik.html#more

Senin, 18 April 2011

Hubungan Faktor Iklim dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

 Ahmad Sanusi Nasution

 Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at all (1997) Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal ini adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan tropis.
Menurut Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu :
  1. Curah hujan dan distribusi hujan
  2. Tinggi tempat dari permukaan laut.
Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim (2007) Produksi tanaman juga dipengaruhi oleh Radiasi Matahari dan Suhu. Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Diwilayah dengan empat musim, pengaruh suhu berlaku ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar pertumbuhan tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman tahunan, suhu sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting. Cekaman (stress) air yang diikuti oleh hujan sering merangsang pembungaan tanaman tahunan tropika. Faktor lain yang memicu pembungaan adalah panjang hari, atau panjang periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari pnjang tidak akan berbunga jika ditanam di wilayah tropika (Mugnisjah dan Setiawan,1995).
Jika bunga telah berkembang tahap berikutnya adalah menjamin sedapat mungkin agar penyerbukan berlangsung dengan baik. Cuaca pada saat penyerbukan adalah penting. Umumnya serbuk sari tidak dapat tahan hidup jika hujan lebat, dan suhu yang terlalu dapat menyebabkan penyerbukan yang jelek. Serangga terutama lebah, tidak akan bekerja dengan baik dalam kondisi cuaca yang sangat basah.
1 Curah Hujan .
Klasifikasi iklim menurut scmidth dan Fergusson ada 6 yaitu :
Tabel 1.1 Tipe Iklim menurut Schmidth dan Fergusson
No
Tipe Iklim
Jumlah bulan basah
Jumlah bulan kering
1
A-1
12
0
2
A-2
Kurang dari 12
0
3
B-1
9-10
1-2
4
B-2
7-8
2-4
5
C
5-7
4-6
6
D
2-5
6-8
Kepentingan tanaman terhadap besarnya curah hujan sudah dirasakan sejak panen. Adapun titik yang kritis adalah saat pembungaa. Apabila saat pembungaan banyak hujan turun, maka proses pembungaan akan terganggu. Tepung sari menjadi busuk dan tidak mempunyai viabilitas lagi. Kepala putik dapat busuk karena kelembaban yang tinggi. Selain itu,aktivitas serangga penyerbuk juga berkurang saat kelembaban tinggi.apabila trjadi kerusakan pada tepung sari dan kepala puti berarti penyerbukan telah gagal. Hal ini juga berarti bahwa pembuahan dan selanjutnya,panen, telah gagal dan harus menunggu tahun berikutnya (Ashari 2006)
Mungkin ini karena pengaruh adaptasi tanaman. Tidak ada jenis tanaman yang memerlukan iklim mutlak seperti pada table 1.1. Dengan kata lain, ada penyesuaian atau adaptasi tanaman terhadap lingkungannya. Untuk itu pada table 1.2 di bawah ini diperlihatkan contoh jenis tanaman bebuahan yang sesuai dengan kriteria di atas.
Tabel 1.2 Tipe iklim yang dikehendaki tanaman bebuahan
Tipe Iklim
(jumlah bulan basah)
Jumlah bulan kering
Jenis bebuahan yang sesuai
9,10-12,11,11-12,12
0
Gandaria,kapulasan,kemang,kesemek
9
8
7
6
3
0-3
0-4
4-5
Duku,durian,mundu,papaya,pisang
Rambutan

Lebih dari 4 bulan
Jambu biji,jambu monyet,nangka pepaya.
2. Tinggi Tempat dari Permukaan Laut
Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman.Menurut Guslim (2007) Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya kan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah.
Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman berbuahan yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi (Ashari,2006).
3. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. Tanaman tropis tidak memerlukan keperluan vernalisasi sebelum rangsangan fotoperiode terhadap pembungaan menjadi efektif. Tetapi, pengaruh suhu terhaadap induksi bunga cukup kompleks dan bervariasi tergantung pada tanggap tanaman terhadap fotoperiode yang berbeda. Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat pembungaan dalam beberapa tanaman.
4. Panjang Hari
Terdapat tiga penggolongan tanaman yang lazim, yaitu tanaman berhari pendek (short day),tanaman berhari panjang (long day), dan tanaman berhari netral (day netral) (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Menurut Ashari (2004) respon pembungaan tanaman terhadap lamanya penyinaran berbeda. Tanaman yang digolongkan tanaman hari pendek (short day) adalah tanaman yang baru berbunga apabila periode gelap lebih lama/ panjang dari kritisnya (misalnya 12 jam). Sebaliknya, tanaman hari panjang (long day) adalah golongan tanaman yang hanya mau berbunga apabila periode gelap kurang/ dibawah dari periode kritisnya.
Pentingnya variasi panjang hari dalam menentukan waktu pembungaan nyata berkaitan dengan latitud; sebagai contoh, tanaman berhari pendek yang memiliki fotoperiode kritikal lebih dari 12 jam berbunga jauh lebih dini di latitud yang lebih tinggi daripada latitud yang rendah. Panjang hari dilaporkan berkorelasi dengan nisbah bunga jantan/ betina dalam tanaman berhari-pendek (Mugnisjah dan Setiawan,1995).
5. Radiasi Matahari
Radiasi matahari berhubungan dengan laju pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan aktivitas lebah penyerbuk. Pembukaan bunga dan aktivitas lebah ditingkatkan oleh radiasi matahari yang cerah, wilayah yang sering berawan berpotensi kurang untuk produksi benih. Permukaan lahan ekuator sering menerima total radiasi yang kurang dari lahan berlatitude 10-20 mdpl (Guslim,2007).
kebun pangkas yang dilengkapi dengan paranet untuk modifikasi iklim mikro
DAFTAR PUSTAKA
Ashari,S.1998, Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
.2004, Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial, Bayu Media, Malang, Jawa Timur.
, 2006, Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Guslim,2007. Agroklimatologi,USU Press,Medan.
Hadisoesilo,S dan Kuntadi, 2007, Kearifan Tradisional Dalam Budidaya Lebah Hutan (Apis dorsata), Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Konservasi Alam, Bogor
Hasanuddin,A.2003, Manajemen Koloni Lebah Madu, Departemen Kehutanan, Pusat Diklat Pendidikan dan Latihan Kehutanan,Balai latihan Kehutanan, Pematang Siantar.
Mugnisjah,W.Q. dan Setiawan, A. 1995, Produksi Benih, Penerbit Bumi Aksara Jakarta, bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat, Institut Pertanian, Bogor.

sumber : http://sanoesi.wordpress.com/2009/01/29/hubungan-faktor-iklim-dengan-pertumbuhan-dan-produksi-tanaman/